Awal Mula Sebuah Mimpi yang Gemilang
Berita Trending Harian – Pada musim panas tahun 2020, nama Jadon Sancho menjadi incaran banyak klub papan atas Eropa. Kala itu, pesepak bola sayap tim nasional Inggris tersebut baru saja menginjak usia 20 tahun. Dengan catatan gemilang 17 gol dan 16 assist yang berhasil ia bukukan untuk Borussia Dortmund di ajang Bundesliga. Sancho secara luas diakui sebagai salah satu talenta muda paling menjanjikan dan paling menarik dalam dunia sepak bola global. Karirnya di Jerman bersinar terang, mengindikasikan potensi besar untuk menjadi megabintang di masa depan. Setiap klub besar mengidamkan kehadirannya, melihatnya sebagai investasi berharga yang akan membawa kejayaan.1
Pada akhirnya, ia memutuskan untuk memilih Manchester United sebagai destinasi berikutnya. Sebuah klub yang memiliki sejarah panjang dan basis penggemar yang masif. Namun, proses kepindahannya tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan. Manchester United harus menunggu hingga tahun berikutnya untuk benar benar merampungkan kesepakatan transfer tersebut. Hal ini terjadi karena mereka sempat salah menginterpretasikan tenggat waktu yang diberikan. Oleh pihak Dortmund sebagai sebuah taktik negosiasi, padahal itu adalah batasan waktu yang serius. Setelah melalui penantian yang cukup panjang dan negosiasi yang alot. Manchester United akhirnya berhasil mendapatkan jasa Sancho pada Juli 2021 dengan nilai transfer yang mencapai £73 juta. Sancho sendiri mengungkapkan perasaannya dengan mengatakan bahwa kepindahan ini adalah sebuah “mimpi yang menjadi kenyataan,”. Dan ada ekspektasi yang sangat tinggi bahwa mantan pemain akademi Manchester City.
Tantangan Awal dan Pergulatan di Manchester United
Perjalanan karir Jadon Sancho di Manchester United tidak dimulai dengan mulus. Dan hal ini diperparah oleh berbagai kesulitan yang dialami tim di bawah kepemimpinan manajer Ole Gunnar Solskjaer. Kondisi tim yang tidak stabil turut mempengaruhi adaptasi dan performa Sancho di lapangan. Kesulitan kolektif yang dialami Manchester United pada masa itu membuat setiap individu, termasuk Sancho, kesulitan untuk menampilkan performa terbaiknya.
Solskjaer akhirnya dipecat pada November 2021, dan situasi tim tidak banyak membaik di bawah manajer interim Ralf Rangnick. Pada akhir musim pertamanya di Old Trafford, Sancho hanya berhasil mencatatkan lima gol dan tiga assist di semua kompetisi. Sebuah statistik yang jauh di bawah ekspektasi tinggi yang disematkan kepadanya saat didatangkan. Angka angka tersebut jelas menunjukkan bahwa ia belum mampu menemukan ritme permainannya yang tajam seperti saat di Dortmund.
Kedatangan Erik ten Hag pada musim panas 2022 sempat membawa harapan baru, baik bagi klub maupun bagi Sancho sendiri. Ada ekspektasi bahwa di bawah manajer baru ini, ia akan menemukan kembali sentuhan terbaiknya. Namun, muncul sebuah masalah berulang yang justru semakin memperburuk hubungan sang pemain dengan bos barunya. Masalah ketepatan waktu Sancho, yang sebenarnya sudah menjadi isu selama ia bermain di Jerman, kini kembali menjadi sorotan.
Meskipun saat di Dortmund masalah ini seringkali ditoleransi karena performanya yang luar biasa di lapangan, hal yang sama tidak berlaku di Manchester United, terutama ketika performa Sancho mulai menurun drasi pada musim gugur. Penurunan performa ini terjadi setelah semakin jelas bahwa ia tidak akan masuk dalam skuad timnas Inggris untuk Piala Dunia di Qatar. Masalah ketepatan waktu ini memang telah menjadi persoalan bagi Sancho selama beberapa tahun. Ia, bersama dengan rekan setimnya Phil Foden, bahkan pernah dikeluarkan dari pertandingan timnas Inggris U-19 melawan Latvia sebagai tindakan disipliner karena terlambat latihan. Isu ini menunjukkan pola perilaku yang konsisten yang pada akhirnya menghambat progres karirnya.
Puncak Ketegangan dan Pembuangan dari Skuad Utama
Memasuki musim ketiganya di tanah Inggris, ekspektasi terhadap Jadon Sancho telah anjlok secara signifikan. Manchester United mendatangkannya dengan harapan ia akan menjadi pemain kunci di sayap kanan, meskipun posisi favoritnya sebenarnya adalah di sayap kiri. Sayangnya, posisi ini sudah ditempati dengan kokoh oleh Marcus Rashford pada waktu itu, yang secara konsisten menampilkan performa terbaiknya di sektor tersebut. Performa Sancho yang jauh di bawah ekspektasi membuatnya tidak lagi menjadi starter yang terjamin, dan ia seringkali harus memulai pertandingan dari bangku cadangan. Situasi ini semakin memperburuk kepercayaan dirinya dan menghambat peluangnya untuk menemukan kembali performa puncaknya.
Titik balik ketegangan terjadi pada September 2023. Ketika Sancho tidak masuk dalam skuad untuk pertandingan tandang melawan Arsenal yang berakhir dengan kekalahan, manajer Erik ten Hag ditanya mengenai absennya sang pemain setelah pertandingan. Ten Hag menjawab dengan lugas dan tanpa basa basi, “Karena performanya dalam latihan, kami tidak memilihnya. Anda harus mencapai level tertentu setiap hari di Manchester United.” Pernyataan tersebut adalah sebuah teguran publik yang sangat keras, mengindikasikan adanya masalah serius antara pemain dan pelatih.
Sancho, yang merasa tidak terima dengan alasan tersebut, langsung melancarkan serangan balasan melalui unggahan media sosial yang kini telah dihapus. Unggahan ini memperjelas adanya perselisihan terbuka antara Sancho dan manajer.
Konflik pun tak terhindarkan. Erik ten Hag, yang sebelumnya juga pernah mempertanyakan “kondisi fisik” Sancho, menuntut permintaan maaf dari sang pemain. Namun, meskipun ada banyak permohonan dari rekan setim dan para pejabat Manchester United, Sancho dengan teguh menolak untuk menyampaikan permintaan maaf tersebut. Penolakan ini menandai sebuah stand-off yang tidak dapat didamaikan, yang pada akhirnya berujung pada pembekuan Sancho dari skuad utama Manchester United. Ia tidak diizinkan untuk berlatih bersama tim utama dan tidak lagi masuk dalam rencana manajer, sebuah situasi yang sangat merugikan bagi karir seorang pesepak bola profesional.
Kembali ke Rumah: Mencari Kembali Jati Diri di Dortmund
Penolakan keras Jadon Sancho untuk meminta maaf kepada Erik ten Hag berujung pada pembekuannya dari tim utama Manchester United. Maka, tidak mengherankan jika ia akhirnya meninggalkan klub, meskipun hanya dengan status pinjaman, pada Januari 2024. Keputusan untuk kembali ke Borussia Dortmund untuk paruh kedua musim memberikan sang pemain sayap kesempatan emas untuk menemukan kembali performa terbaiknya dan memperbaiki reputasinya yang tercoreng, semua ini dalam lingkungan yang sangat familiar baginya.
Sancho sendiri mengungkapkan perasaannya tentang kembali ke ruang ganti Dortmund dengan mengatakan, “Rasanya seperti pulang ke rumah.” Meskipun ia tidak pernah mencapai level performa seperti pada masa tugas pertamanya yang gemilang, Sancho jelas terlihat lebih nyaman dan percaya diri saat ia membantu klub Bundesliga itu melaju hingga mencapai final Liga Champions, meskipun pada akhirnya mereka harus takluk di tangan Real Madrid.
Catatan tiga gol dan tiga assist dalam 21 pertandingan mungkin bukan statistik yang paling mencolok, tetapi mengingat ia tidak bermain selama beberapa bulan sebelum kepindahannya, tidak mengejutkan jika ia membutuhkan sedikit waktu untuk kembali mencapai kecepatan permainan yang optimal. Mantan striker Tottenham dan tim nasional Jerman, Jurgen Klinsmann, mengomentari bahwa Sancho “mengalami masa sulit untuk menemukan ritmenya kembali dan beradaptasi lagi” pada awalnya. Namun, Klinsmann juga menambahkan bahwa menjelang pertandingan terakhir musim tersebut, Sancho “sudah terlihat bagus dan tajam,” menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam performanya.
Meskipun demikian, kendala finansial yang terlibat dalam transfer permanen membuatnya sangat tidak mungkin bagi Sancho untuk kembali secara permanen ke Signal Iduna Park. Oleh karena itu, setelah masa pinjamannya berakhir, ia pun kembali ke Manchester.
Dilema Transfer dan Langkah Selanjutnya
Dengan Erik ten Hag yang masih memegang kendali di Old Trafford pada musim panas lalu. Kecil kemungkinan Jadon Sancho akan bertahan di Manchester United. Alhasil, ia bergabung dengan Chelsea sebagai pemain pinjaman pada 31 Agustus. Sebagai bagian dari kesepakatan pinjaman tersebut, Chelsea menyetujui kewajiban untuk membeli Sancho dengan biaya sekitar £25 juta. Jika mereka berhasil finis di posisi yang lebih tinggi dari peringkat ke-14 di Premier League. Namun, jika mereka tidak mencapai target tersebut, Chelsea memiliki opsi untuk membayar klausul sebesar £5 juta. Untuk membatalkan kesepakatan pembelian permanen. Menariknya, Chelsea tidak membayar biaya pinjaman untuk sang pemain dan hanya menanggung setengah dari gajinya yang dilaporkan sebesar £300.000 per minggu.
Sancho menutup musim dengan cukup baik dan bahkan berhasil mencetak gol di final. Ketika Chelsea mengalahkan Real Betis untuk memenangkan Liga Konferensi UEFA. Meskipun ada momen-momen positif, secara keseluruhan musim tersebut adalah kampanye yang campur aduk baginya. Dan ia mengakhirinya dengan lima gol serta sepuluh assist dalam 42 pertandingan.
Melihat performa dan situasi finansial, klub Stamford Bridge tersebut telah memutuskan untuk membayar £5 juta guna menghindari penandatanganan permanen Sancho. Diduga, alasan utama di balik keputusan ini adalah gaji tingginya, bukan semata-mata biaya transfer sebesar £25 juta. Dengan demikian, Sancho kembali lagi ke Manchester United. Apa yang akan terjadi selanjutnya masih harus dinanti. Namun, jika pemain berusia 25 tahun ini kembali pindah klub. Opsi yang tersedia baginya kemungkinan besar akan sangat berbeda dibandingkan dengan lima tahun yang lalu. Ketika ia menjadi salah satu talenta paling dicari di Eropa. Masa depannya kini dipenuhi ketidakpastian, dan setiap langkah yang diambil akan sangat menentukan arah karirnya selanjutnya.
Baca juga Kembali ke San Siro: AC Milan Reuni dengan Massimiliano Allegri untuk Mengembalikan Kejayaan